Di pojok stasiun Tugu, masih melintas kereta demi kereta sedang kami malah menyimpan cemas dalam saku dalam kata, dalam senyum, ketika hanya secarik catatan layak dibanggakan, dipamerkan pengganti ijazah yang terlipat dalam angan-angan
Menyusuri Malioboro, pagar tembok jadi bangku taman dan pokok asam merangkai sunyi lebih indah dan santun dari hening rumah sendiri. Kadang ada debat, mengadu kutipan-kutipan dari buku tua menguji jejak pujangga, menukar pena dengan tajamnya lidah yang tak terukur oleh rumus matematika.
Iman, demikian panggilannya, oleh para penyair muda di Yogya dianggap sebagai ‘suhu’. Para penyair muda tidak segan-segan datang pada Iman untuk ‘belajar’ soal puisi, atau Iman bahkan mendatangi penyair-penyair muda untuk menumbuhkan semangatnya agar tidak lelah berkarya.
Di usianya yang menginjak 69, salah satu tokoh Persada Studi Klub - kelompok seniman asuhan Umbu Landu Paranggi - ini bahkan masih terus menulis puisi hingga namanya seolah tak bisa lepas dari puisi.