“Orang bisa hidup selama seratus tahun, tetapi masa mudanya hanya berlangsung selama tujuh atau delapan tahun. Betapa menyedihkannya diriku yang harus menghabiskan masa tujuh atau delapan tahun yang termurni dan terindah di negeri pulau tak berperasaan ini. Dan, mirisnya, tahun ini aku sudah dua puluh satu!"
Pada permulaan abad ke-20, modernisasi berhasil menjadikan Jepang sebuah negara adikuasa, sementara Tiongkok masih terpuruk akibat invasi negara asing dan ketidakmampuan pemerintah yang berkuasa. Jepang yang mulanya menghormati Tiongkok, mulai memandang rendah orang Tiongkok. Tenggelam menceritakan kisah seorang pelajar Tiongkok yang menuntut ilmu di Jepang pada kurun waktu tersebut. Malu akibat ketertinggalan negaranya, pelajar itu menghindari teman-temannya dan lebih memilih mendekatkan dirinya dengan alam. Dalam kesendiriannya dia mulai memikirkan berbagai fantasi seksual dan memupuk dendam terhadap orang-orang di sekitar. Salah satu novela Tiongkok pertama yang mengeksplorasi kondisi psikologis tokoh utama dan ditulis dengan sangat memukau.
Pada 9 Mei 1921, tepat 101 tahun yang lalu, Yu Dafu menyelesaikan novelanya yang paling termasyhur: "沉淪" (Tenggelam). Ketika pertama kali diterbitkan, "Tenggelam" segera menggemparkan dunia sastra Tiongkok karena isinya yang terang-terangan dalam membahas persoalan seksual dan juga mengkritik ketidakmampuan pemerintah Tiongkok pada saat itu. Novela ini merupakan salah satu karya Tiongkok pertama yang mengeksplorasi kondisi psikologis tokoh utama dan ditulis dengan sangat memukau.
Seorang penulis ternama Tiongkok pada masa awal Gerakan Kebudayaan Baru (1915-1923), yang seangkatan dengan Lu Xun dan kebetulan juga berkawan baik dengannya, Yu Dafu belum dikenal secara luas di Indonesia. Malah mungkin bisa dikatakan tidak dikenal sama sekali, sebab setelah 77 tahun berlalu sejak kematiannya yang tragis di Payakumbuh (dibunuh oleh Kempeitai), tulisan-tulisan Yu Dafu belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Saya sudah membaca "Tenggelam" beberapa tahun yang lalu dan terpukau oleh ceritanya. Belum lama ini, saya berhasil menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Puji syukur, terjemahan saya menarik minat Penerbit Diomedia yang bersedia menerbitkannya (kovernya dirancang dengan sangat apik!). Kalau semuanya berjalan lancar, rencananya "Tenggelam" akan terbit akhir bulan ini. Saya pikir ini bisa jadi kesempatan yang baik untuk memperkenalkan Yu Dafu kepada para pembaca Indonesia. (Miguel Angelo Jonathan, penerjemah Tenggelam)