Buku ini hadir justru dari sebuah ketidakmungkinan, sebuah batas, yang, seperti garis tepi, adalah akhir bagi satu ranah, tetapi sekaligus awal bagi ranah yang lain, yaitu ketidakmungkinan ontologi untuk berbicara tentang Wujud.
Ranah ontologi, dalam pengertian tradisionalnya, selalu berbatas dengan logos, dengan bahasa, dengan kata. Menyadari keberbatasan itu—sebagaimana juga Martin Heidegger pernah memaklumatkannya dengan satu tesis: "ontologi hanya mungkin sebagai fenomenologi"—Fahmy Farid Purnama segera mengevakuasi Wujud dari ranah ontologi ke ranah yang sama sekali lain, dan mungkin juga asing, yaitu ranah ontosofi: sebuah ranah yang mempertautkan ontos (ada) dengan sophos (kebijaksanaan).
Melalui ruang-ruang yang samar dalam ontosofi itulah, Fahmy Farid Purnama justru bisa memperjelas pemahaman Wujud yang asali dalam sufisme Ibn 'Arabi; memulangkannya dari belantara pemikiran ontologis yang reflektiffilosofis ke rumah asalnya di wilayah pengalaman yang prareflektifeksistensialis.