Detail Dyah Gitarja: Biografi Kekuasaan Majapahit - Apriadi Ujiarso
Konsep politik niscaya relasional. Sebuah biografi politik, mau tidak mau, pun demikian. Ia meriwayatkan jalinan kekuasaan, relasi-relasi dominasi dan subordinasi, di antara para aktor yang terlibat di dalam arenanya. Bagaimanakah Apriadi Ujiarso menyusuri jejak dan menyusun-ulang biografi kekuasaan pada sekitar 7-8 abad silam, sejak periode Singhasari hingga Majapahit? Dengan cerdik dia menerapkan jukstaposisi dan perujukan-silang untuk mencapai simpul-simpul hubungan yang analogis, bahkan berkontras. Entah kesejajaran atau keberseberangan, kedua simpul ini selalu mengejutkan saya. Betapa pembaca akan terperangah, misalnya, ketika menyadari kontras yang luar biasa di antara Tribhuwana Tunggadewi dan Nietzsche (yang buta-gender!) dalam menyikapi Kitab Hukum Manu, atau tafsir yang mencengangkan melalui kesejajaran analogis di antara figur penunggang keledai di dinding Candi Penataran dan Situs Petirtaan Geneng. Lebih dari itu, Apriadi Ujiarso menganggit semuanya sebagai naratif yang sarat-makna, namun tetap renyah dibaca --sambil menyeruput teh, terdiam sejenak untuk menelisik rasa. __Kris Budiman, penulis dan pengkaji budaya, tinggal di Yogyakarta.
Dari Khwarezmian, Rsi Lohgawe di India sampai Ken Angrok dan seterusnya merupakan intro yg sangat menarik untuk dilanjutkan sampai bertemu sebuah Reffrain dan Coda tentunya. Suatu hal kebetulan, beberapa bulan terakhir bersama penulis dan Sependi, saya melewati perjalanan nama2 yg ada dalam buku ini, seperti Dharmasraya, Trowulan, Kediri dan lainnya walaupun tidak sampai India atau Turkmenistan. Membaca buku ini sama halnya semacam kita dibawa masuk kedalam crita itu sendiri, dan sebagai pembaca ada rasa penasaran untuk mengetahui seluruh isi dalam buku ini. __Dewa Bujana, Musikus
Buku ini kaya. Dyah Gitarja, yang kemudian berjuluk Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani, tak bisa diingkari adalah sosok perempuan hebat dalam catatan sejarah dan kiprahnya menjadi sorotan utama. Namun, Penulis mengajak kita untuk menyaksikan lebih banyak peran dan kejadian di seputar Sang Tokoh yang saling berkait. Bersiaplah untuk membaca narasi-narasi kecil mengenai karantina bagi pasukan yang kembali dari ekspedisi demi menghindari terbawanya wabah penyakit atau perempuan pelayan yang kelak menjadi permaisuri raja negeri manca. Jangan lupa siapkan pula secangkir teh saat membaca. Teh itu akan bertambah nikmat diseruput saat kita tiba pada narasi tentang sejarah penyebarannya, juga ketika sampai pada adegan para pria ksatria menyiapkan sajian teh bagi tiga perempuan luar biasa: Gayatri, Dyah Gitarja, dan Dyah Wiyat. __Rosana Hariyanti, pengajar dan penerjemah, tinggal di Malang.