Pertama-tama dan yang utama, menulis mengingatkan kita bahwa kita memang hidup dan bahwa menulis adalah sebuah anugerah dan privilese, bukan sebuah hak. Kita harus menggapai hidup setelah dianugerahkan kepada kita. Hidup meminta imbalan dari kita karena hidup telah memberi kita nyawa. Jadi, sementara seni kita ini tidak bisa, seperti yang kita mau, menyelamatkan kita dari berbagai perang, privasi, iri, serakah, usia tua, atau kematian, seni kita ini dapat merevitalisasi kita di tengah semua gebalau itu.
Kedua, menulis adalah kelangsungan hidup. Tentu, seni apa pun, karya apa pun yang baik, adalah kelangsungan hidup. Bagi sebagian besar dari kita, tidak menulis berarti mati. Kita harus bergandengan tangan setiap hari, mungkin karena mengetahui bahwa pertempuran itu tidak bisa sepenuhnya bisa dimenangkan, tetapi kita harus bertarung, walaupun cuma dengan lemah lembut saja. Pada akhirnya, usaha paling kecil untuk menang berarti semacam kemenangan. Ingatlah sang pianis yang berkata bahwa jika ia tidak berlatih setiap hari maka ia sendiri akan tahu, jika ia tidak berlatih selama dua hari, kritikus akan tahu, setelah tiga hari, audiens-nya akan tahu.
Kau harus tetap mabuk dalam menulis sehingga kenyataan tidak mampu menghancurkanmu. Jadi, kira-kira, tentang itulah buku ini.