Usai pecah peristiwa ’65, mahasiswa ikatan dinas asal Indonesia yang belajar di luar negeri mengalami kesulitan besar. Tidak saja sulit mengakses informasi ihwal perubahan ekstrem di negaranya, tapi belakangan juga kehilangan kewarganegaraan karena menolak sebuah rezim baru. Penuh ketidakpastian, generasi emas yang seharusnya dapat kembali ke tanah air dan mengontribusikan ilmu mereka, harus bertahan hidup dengan cara apa saja yang memungkinkan.
Mengambil Jerman sebagai fokus lokasi penelitiannya, Soe Tjen Marching menemukan fakta menarik yang membuat negara ini menjadi tujuan pelarian para eksil yang sebelumnya menuntut ilmu di Eropa Timur.
Para Eksil yang kisahnya dicatat dalam buku ini mematahkan asumsi bahwa eksil bukanlah “korban sungguhan” dari peristiwa besar seperti peristiwa ’65 hanya karena mereka hidup di negara maju. Bahkan secara lebih mendasar, Soe Tjen juga mendedah terminologi “eksil” dan mengaitkannya dengan sikap politik pemerintah terhadap orang-orang yang mendapatkan label tersebut.