“Dan jika dari tulisan itu ada yang tidak cocok bagi dirimu, tolong jangan kau anggap bahwa semua yang kutulis itu upayaku untuk mengeksploitasi kamu. Satu lagi, bila kau menganggap bahwa cerita itu belum usai, biarlah cerita itu selesai di pembaca. Kau mengatakan bahwa cerita itu belum menemukan akhir yang sempurna. Sempurna buat siapa? Apakah kau menginginkan ending yang berbeda? Boleh saja, tapi tidak lantas memaksaku untuk menuruti kehendakmu.”
Dalam semesta fiksi Yuditeha, yang sebagian besarnya dituturkan dari sudut pandang orang pertama dan kedua, pembaca diajak menyimak dan bercakap-cakap mengenai kisah-kisah dan sejarah-sejarah kecil yang sesekali penuh nyeri. Dalam percakapan yang tampak intim itu, sekaligus pembaca diajak menemui keganjilan-keganjilan, saat objek-objek dalam semesta tersebut seperti hendak berbagi rasa dan keluh-kesah, termasuk patung taman, sabun, toilet gereja, hingga penis.