Sebuah rute—mungkin melingkar Sirkuit dalam rimba atau peta yang tak terbaca Hanya pada mulanya, hanya pada mulanya
Dua hulu sungai, dua serpih awan, dua mata angin Dua yang terpisah oleh jarak kemudian menemu saat Dua mata yang memandang lurus dan sakti
Kami berdua—Jauza Imani dan Kurnia Effendi—menuliskan sejumlah puisi dengan rujukan mantra yang disiarkan setiap malam sejak April hingga Desember 2020 melalui akun Facebook Jauza Imani. Kami menyebut quote—yang kadang panjang kadang pendek—itu sebagai mantra karena dua hal: 1. Disusun mirip doa dan harapan sederhana; 2. Memberikan sugesti untuk selalu bersemangat mencipta dari hari ke hari. Nah, kenyataannya memang demikian. Kami saling memberi dukungan, masukan, ingatan, juga berbagai hal mengenai kehidupan nyata dan maya yang—dengan subjektif—kami rasakan sungguh mendalam.
Setiap kali kami hendak menulis, kami menyebutnya akan berangkat piknik. Melalui “gerbang” berwujud gawai pintar dan laptop, kami memasuki dunia wisata pikir dan batin. Baik berangkat secara bersamaan maupun di waktu yang berbeda. Kalau soal tempat … ya, jelas tidak dari satu rumah. Kami berada di lokasi terpisah, satu di Bandarlampung, lainnya di Jakarta. Namun demikian, bukankah langit kami sama? Bumi kami sama. Hasrat kami sama. Dan akhirnya … wadah karya puisi kami sama: Piknikita.
Judul Buku: Piknikita Penulis: Jauza Imani & Kurnia Effendi Penerbit: Basa Basi, 2021 Kategori: Puisi ISBN: 978-623-305-225-2 Bahasa: Indonesia Dimensi: 12 x 19 cm l Softcover Tebal: 148 hlm l Bookpaper