Selayak anak-anak pulau yang menghabiskan hari-hari di antara darat dan lautan, Gani tak takut air, tak takut hujan dan angin. Air adalah sahabat, pun hujan dan semilir angin adalah kipas-kipas kehidupan. Bahkan, di malam sunyi pun, Gani masih menyelam bersama deburan ombak dan impian.
Di atas kardus-kardus laut, di lantai kumuh dek kapal, Gani terserap, terhisap, terkulai lunas dalam perjalanan mistis bersama para bidadari langit. Berhari-hari melintasi samudra raya menuju Medina Veranda, kota pelajar yang diimpikannya.
Dan akhirnya, memang aneh bin ajaib, seorang sarjana Tafsir-Hadits, bisa-bisanya mengurusi Pelabuhan. Kalau sekedar khutbah dan ceramah agama di lingkungan pekerja perkapalan, boleh jadi sudah biasa dan banyak orang mampu melakukannya. Tapi menjadi pegawai yang berdinas mengurusi kapal-kapal raksasa di kota pelabuhan transhipment, pariwisata dan perdagangan, itu merupakan hil yang mustahal.