Peribasa menyebutkan; Tegak rumah karena sendi, runtuh sendi rumah binasa. Sendi bangsa ialah budi, runtuh budi runtuhlah bangsa. Lihatlah sejarah bangsa-bangsa yang telah hilang, baik di Barat atau di Timur, sejak dari bangsa Yunani dan Romawi Tua, sampai kepada kaum muslimin yang telah mencapai puncak mercu kemuliaan? Bagaimana mereka menderita kerobohan, keruntuhan, dan kehancuran? Bukankah setelah budi mereka merosot jatuh? Inilah Hukum Allah, Sunnatullah yang tidak dapat diubah. Betapa pentingnya menegakkan budi. Di buku keempat seri Mutiara Falsafah Buya Hamka ini, Buya Hamka menguraikan beragama budi yang harus diketahui dan diamalkan oleh setiap manusia yang mendamba kebahagiaan, kesuksesan, dan kemuliaan sejati. Diawali dengan penjelasan seputar budi yang mulia, lalu ada sebab budi menjadi rusak, dilanjutkan dengan pembahasan ragam budi berdasarkan profesi seperti: pedagang, pemimpin, pelajar, dan penulis. Ditutup dengan 99 kutipan berisi renungan-renungan seputar budi. Tentang budi seorang saudagar misalnya, Buya mengatakan, “Prinsip yang ditegakkan untuk jadi saudagar, yakni tidak bersenang hati memberikan suatu barang dengan jalan tipu, sebab diri sendiri pun tidak mau ditipu orang!” Sementara untuk guru diuraikan, “Guru yang mendapat sukses di dalam pekerjaannya dan mendidik muridnya mencapai kemajuan, ialah guru yang tidak hanya mencukupkan ilmunya dari sekolah guru saja, tetapi diperluasnya pengalaman dan bacaan.” Sedangkan untuk penguasa, “Perbaikilah persangkaan kepada Allah. Karena dengan baik sangka itulah akan dapat engkau kemudikan rakyatmu. Berwasilahlah (adakan hubunngan) dengan Allah dalam segala pekerjaan yang besar, supaya nikmat-Nya kekal atas dirimu.”