Sejak kecil, Karla merasa diperlakukan tidak adil oleh ibunya yang ia anggap misterius. Namun tak ada seorang pun dalam keluarga yang membelanya. Inilah yang membuat Karla tak mempunyai pilihan selain menjauh dari keluarganya. Berpuluh tahun sesudahnya, barulah satu demi satu rahasia itu mulai terkuak baginya—bukan hanya rahasia yang menggelayuti keluarganya, tetapi juga banyak manusia lainnya.
“Soe Tjen menceritakan kisah keluarga, terutama hubungan anak perempuan dan ibunya yang misterius, sekaligus membuka kisah yang lebih luas. Kita bisa melacak jejak tragedi negeri ini melalui kisah mereka yang tersembunyi, menguak kompleksitas dan kepahitan rasialisme, agama, bahkan kasta dalam masyarakat. Namun tak seperti novel-novel politik yang sibuk berteriak-teriak, ia tetap kisah manusia-manusia yang dipertalikan satu sama lain oleh kemanusiaan mereka—yang baik maupun biadab. Terakhir, saya menemukan sesuatu yang tak mungkin bisa dilakukan para penulis lelaki: kisah tentang rahim. Saya merasa dibawa untuk melihat, atau merasakan, sesuatu yang sangat perempuan.” — Eka Kurniawan, novelis, penulis Cantik Itu Luka
“Novel Soe Tjen Marching merupakan salah satu narasi penting tentang bagaimana perempuan, begitu juga gerakannya, dihancurkan dengan keji oleh militerisme di Indonesia. Berlatar sejarah, dengan detail yang belum pernah diungkap selama ini.” — Martin Aleida, sastrawan, penulis Tanah Air yang Hilang
“Novel ini adalah catatan tentang penindasan dan ketidakadilan yang tak terelakkan akibat identitas rasial, pilihan akan Tuhan, dan kepentingan politik. Pada akhirnya, kisah dalam novel ini kembali mengingatkan bahwa cara terbaik menghadapi segala luka dan trauma adalah mengingat dan mengisahkannya kembali dengan sepenuh kesadaran.” — Okky Madasari, novelis, penulis Entrok