usap matamu dan ciumlah dingin pagi yang telah menghidupkanmu berulangkali setelah kau mati di ranjang tidur yang menyimpan kemalangan
* Puisi-puisi dalam buku ini menghimpun suara seorang perempuan belia yang menuturkan kesendirian, kehilangan, kenangan, cinta, relasi yang rumit, usia, seseorang yang rapuh di hadapan waktu yang terus berlalu. Apa yang disuarakan oleh subjek puisi ini seperti menjadi pintu masuk bagi saya untuk melihat kembali proses awal saya menulis puisi ketika saya lebih banyak membahasakan diri dalam pernyataan-pernyataan pribadi. Puisi membantu saya untuk bertumbuh, melakukan tinjauan ulang terhadap apa-apa yang terhampar di keseharian. Dari sanalah kemudian muncul sesuatu yang menyaran ke berbagai makna sekalipun nanti ia hanya hadir dalam bentuk keindahan yang tertunda. Bila membaca puisi-puisi ini kembali dengan pandangan saya sebagai pembaca yang kini telah bertumbuh, maka puisi-puisi dalam buku ini sebagian besar memancarkan nuansa retrois lewat fitur-fitur dan ungkapan yang sering ditemukan pada sajak-sajak lama. Pahit-manis dunia yang dituturkan subjek puisi ini saling berkelindan dalam kesan yang arkais.