Tiap tahun milyaran dolar digelontorkan korporasi untuk mempengaruhi konsumen remaja dan ABG. Upaya menguasai pikiran dan dompet remaja itu. Sekarang sudah pada taraf yang amat mencemaskan. Alissa Quart dengan sangat mendetail menghantarkan pembaca melihat sisi gelap pemasaran remaja. Ia menguraikan jalinan rumit yang saling berkaitan antara kaum muda, media, budaya pop, agen korporasi dan budaya konsumen. Bagaimana remaja telah dimanipulasi oleh korporasi untuk menjadi konsumen atau konsumen masa depan sekaligus agen pemasar mereka. Proses cuci otak itu menjadikan semakin eratnya ketergantungan remaja pada merek. Pakaian yang mereka kenakan, kosmetik yang mereka pakai, bahkan sekolah yang ingin mereka masuki, semuanya harus bermerek.
Namun, komodifikasi budaya remaja itu mulai mendapat penentangan. Buku ini menunjukkan gerakan-gerakan perlawanan yang bermunculan dimana-mana. Biasa disebut sebagai gerakan anti-merek atau anti-korporasi mereka tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang sederhana seperti sub-budaya rock punk. Namun juga menyasar yang lebih besar seperti korporasi.
Di negeri ini, dimana gejala-gejala konsumerisme terlihat secara mencolok dengan berdirinya mal-mal, maraknya waralaba-waralaba, menjamurnya kafe-kafe, dan simbol-simbol budaya konsumen lainnya, buku ini amat berharga tidak hanya sebagai telaah kritis atas apa yang melanda masyarakat kita, khususnya generasi muda sekarang, namun bisa juga menjadi panduan bagaimana menanggapinya.
‘Bagi pembaca yang masih menunggu lanjutan No Logo karangan Naomi Klein, Inilah buku tersebut’—Publisher’s Weekly.