Al-Qur’an mempersembahkan lebih banyak gelar kehormatan kepada Yesus dibanding sosok-sosok masa silam lain. Ia sebuah “tanda dan bukti nyata”, simbol “kasih”, seorang “saksi” dan “teladan”. Ia dipanggil dengan nama dirinya, Yesus (Isa), memperoleh gelar Almasih (Kristus) dan Putra Maryam, dan juga disebut sebagai seorang Rasul/Utusan Allah, Nabi, Hamba, Kalimah dan Ruh Kudus.
Yesus selalu dibicarakan dengan penuh penghormatan dalam al-Qur’an. Itulah sebabnya, Geoffrey Parrinder menjadikan al-Qur’an sebagai objek utama studi ini, dengan cara yang disebutnya sebisa mungkin menemukan kesejajaran Yesus dengan Injil. Benar bahwa fokus utama buku ini lebih bersifat keagamaan dan teologis, tetapi tak ada klaim penulis bahwa karya ini tergolong ke dalam teologi spekulatif atau dogmatis.
Bagi umat Kristen dan Islam, para sejarawan dan pembaca umum, buku ini menawarkan suatu studi baru tentang apa yang dikatakan al-Qur’an mengenai Yesus, dengan menyejajarkannya dengan ujaran-ujaran serupa yang ditemukan dalam Injil. Harapannya, uraian ini menyentuh apa yang menjadi perhatian besar dan sama dari kedua tradisi agama ini, dengan mengkaji kembali kitab-kitab suci mereka secara mendasar, sehingga membantu membuang segala kesalahpahaman yang ada dan bergerak ke arah sikap saling menghargai yang lebih mendalam lagi antara penganut agama Islam dan Kristen.