Detail Untuk Perempuan Yang Kepadanya Rembulan Mengiba By WIKA G. WULANDARI
“Ratusan meter dari orang-orang yang sibuk membersihkan darah, muntahan, dan mayat-mayat orang kami, saya berusaha membersihkan najis anjing yang menempel di badan saya. Terutama di selangkangan saya.” Perang agama yang terjadi di Ternate 43 tahun silam membuat warga muslim Makian harus mengungsi ke Kao, ratusan kilometer dari kampung halaman, di bawah komando Tuan Besar. Orang-orang berkemas tanpa banyak tanya, meski langkah berat, mereka tetap nekat.
Satu di antara mereka, bayi perempuan dalam kandungan, yang kelak menjadi titik balik peperangan dua puluh tahun kemudian. Jauh dari Tidore dan Ternate, tepatnya di Papua Barat, Amos, bocah dari kampung Baliem, harus rela batu nisan kedua orangtuanya digunakan Kepala Suku untuk proses adat bakar batu. Proses adat yang dimaksudkan untuk menyambut kepala perusahaan yang sudah memberikan mereka belasan ekor babi sebagai nilai tukar untuk kerusakan alam yang ditimbulkan.
“Bocah itu hanya menganga menatap segepok daging babi di piringnya. Sesekali ia mencuri pandang ke arah tumpukan batu nisan yang ditutupi helaian sayur. Sungguh kerelaan seperti apa lagi yang harus diterapkan bocah ingusan yatim piatu ketika ada yang datang meminjam nisan orangtuanya.”