Detail Tumbal Vaksin Maut Jepang - Hasril Chaniago
PROF. DR. ACHMAD MOCHTAR (1891-1945) adalah ilmuwan kedokteran Indonesia paling terkemuka pada masanya, menulis 54 karya ilmiah yang sebagian besar diterbitkan dalam jurnal kedokteran paling bereputasi di Hindia Belanda. Dalam hal ini ia hanya bisa dibandingkan dengan sejawat segenerasinya, Prof. Dr. R. Sardjito, Rektor Universitas Gadjah Mada yang pertama yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Setelah menamatkan ELS di Bukittinggi, Mochtar melanjutkan STOVIA dan tamat 1916. Berhasil memerangi wabah malaria di Sumatera bersama mentornya Dr. Schuffner, ia dapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Universitas Amsterdam, Belanda, tahun 1927. Disertasi Mochtar tentang penyebab "penyakit demam kuning" mengugurkan hipotesis Dr. Hideyo Noguchi, ilmuwan terkemuka dunia asal jepang yang bekerja untuk Rockefeller Foundation dan enam kali dinominasikan untuk memenangi Hadiah Nobel Kedokteran.
Kembali ke Indonesia, karier Mochtar melesat dengan cepat, dan tercatat sebagai putra Indonesia pertama yang menjabat Direktur Eijkman Instituut, lembaga riset kedokteran untuk penyakit-penyakit tropis tekemuka di dunia yang telah mengantarkan pendirinya Prof. Dr. Christiaan Eijkman sebagai pemenang Nobel Kedokteran 1929.
Tapi itu pulalah awal malapetaka bagi Mochtar. Pemerintah militer pendudukan Jepang menuduhnya mencemari vaksin TCD dengan kuman tetanus yang menyebabkan kematian 900 romusha di kamp klender tragedi dan kejahatan perang Jepang terbesar selama masa pendudukan. Mochtar menandatangani pengakuan atas perbuatan yang tak pernah ia lakukan demi membebaskan 18 orang sejawatnya dari ancaman hukuman mati. Ia merelakan nyawa sendiri untuk menyelamatkan orang lain dan demi mengakkan kebenaran dan kemanusiaan.