Detail Tuhan Ada di Hatimu Tak di Ka'bah, di Vatikan atau di Tembok Ratapan - Husein Jafar Al-Hadar
Ukuran 14x21 cm
ISBN 978-623-242-143-1
Jumlah halaman 204 hal
Jenis Kertas Isi ISI: Black+TC
Jenis Kertas Sampul Cover: SC, FC 4/0, AC 230 gr Lamp. Doff, Spot UV, Embosse.
Sejatinya menghadap ke mana pun, kita melihat kebesaran Allah yang membuat kita menyebut nama-Nya. Bukan hanya di Ka‘bah, tapi juga di gubuk-gubuk orang miskin, di rumah-rumah yatim, bahkan di lembaga pemasyarakatan.
Masjid bisa roboh, Ka‘bah bisa sepi, tapi hati manusia yang beriman akan abadi dalam ketaatan dan kecintaan pada-Nya.
*
“Masyarakat yang gandrung formalisme, menjebak agama dalam simbol dan hitungan matematika—untung-rugi, pahala-dosa. Mereka hanya menawarkan dua warna: hitam atau putih. Habib Husein berusaha melepas bias jebakan itu. Sebab, yang dilihat sebagai hitam atau putih barangkali hanya bungkus belaka. Ia mengajak pembaca agar tak berhenti pada yang tampak oleh mata. Karena, proses berpikir dengan akal dan batin yang tak tampak, justru menjadikan kita jernih.”
--Kalis Mardiasih, Penulis Buku Sister Fillah, You’ll Never be Alone
“Buku ini akan membawa kita masuk dalam petualangan ruhani untuk menemukan Sang Pencipta yang berdiam di dalam kita.”
--Pendeta Yerry Pattinasarany
Quotes dalam buku :
• Orang yang beriman tak kan pernah takut atau sedih, dalam kondisi apa pun, karena ia punya hikmah. Namun tanpa kelembutan iman, hikmah tak akan tampak.
• Berapa banyak orang shalat tapi shalatnya justru mencelakakan dirinya. Ia hanya rukuk dan sujud tanpa kehadiran hatinya. Tak ada kesadaran dalam hatinya seolah kita melihat Tuhan atau Tuhan melihat kita?!
• Kalau Nabi sabdakan bahwa “bumi ini semuanya masjid”, yang terpikir dalam benak saya bukan keberadaan Tuhan di bangunan kubah yang kita sebut masjid itu, tapi di mana saya melihat Tuhan dan menyebabkan saya bersujud pada-Nya, di sanalah masjid.
• Masjid bisa dirobohkan, Ka‘bah bisa sepi, tapi hati manusia yang beriman akan abadi dalam ketaatan dan kecintaan pada-Nya.
• Bagi saya, bentuk penistaan atas Tuhan adalah jika ada orang yang menghina orang miskin atau apa pun ciptaan-Nya.
• Hijrah seharusnya tidak hanya meliputi aspek hukum (fiqih) saja, tapi berbagai aspek keislaman lainnya.
• Iman itu berdaulat. Karena kata Nabi, kita semua ini pemimpin atas diri kita. Kalau gagal, karena tergoda oleh hal-hal di luar diri kita, kita sendiri yang salah dan dihukum. Karena kita telah diberi kuasa oleh Tuhan untuk memilih tergoda atau tidak.
• Jangan sampai setelah berhijrah, ibadah kita menjadi lebih semangat, namun kita menjadi tidak murah senyum kepada orang lain.