Novel Kedung Darma Romansha ini bercerita tentang dunia prostitusi, panggung dangdut, pergaulan para pemabuk dan tukang kelahi. Adegan sek dan kata-kata kasar bertaburan. Namun uniknya, novel ini tidak terkesan vulgar. Saya rasa hal itu terkait dengan nada penulisan dan posisi narator. Narator berada pada posisi netral: dia tidak memberi penilaian moral apa pun, baik dalam arti menghakimi perilaku tertentu, maupun sebaliknya, yaitu merayakan atau membela perilaku yang berada di luar standar moralitas yang menjadi pegangan mayoritas orang Indonesia. Di samping itu, penulis menaruh perhatian pada detail-detail penggambaran suasana, juga bahasa dan gaya pergaulan lokal, yang terkesan cukup realistis dan berbasis pada riset lapangan. Dengan demikian, lingkungan dan perilaku manusia yang diceritakan sekadar hadir sebagai sesuatu yang memang eksis, dan menarik sekali-sekali dilirik, serta dimasuki lewat dunia khayal sebuah novel. Mau dihakimi, dinikmati, atau sekadar diamati, itu terserah pembaca.