Membaca sajak-sajak Irma adalah membaca jejak ingatan yang lurus, tegas namun lembut, panjang, dan jauh. Ingatan yang dipanggil dengan bisik yang sabar. (Eko Endarmoko, penyusun Tesaurus Bahasa Indonesia)
Bagi Irma Widyani, puisi adalah medium dialog antara pikiran dan perasaannya. Dengan ungkapan yang tak rumit, banyak pertanyaan tentang kesehariannya dilontarkan. Sejumlah jawaban bisa jadi sudah diketahuinya sebagai pilihan-pilihan hidup. Meskipun puisi tak memiliki jenis kelamin, himpunan ini memberi warna tentang perempuan. (Kurnia Effendi, cerpenis, penyair, redaktur majalah Majas)