“Allah telah memilihmu, dengan menciptakanmu begitu suci. Ia telah memilihmu di antara semua wanita di dunia!” (Maryam, hal.209)
Dari judulnya, nampak sekilas yang menjadi tokoh sentral di dalam buku setebal 463 halaman ini adalah Maryam, bunda suci sang Nabi. Bersampulkan semangkuk buah surga, yang berisikan bua-buahan segar, dan berwarna cerah menunjukkan salah satu kisah yang termaktub dalam buku ini.
Tidak sekedar sebuah buku dengan cerita yang monoton tentang seorang yang menjadi teladan seluruh perempuan di muka bumi. Namun, buku ini juga menyajikan kisah-kisah tokoh suci lainnya yang tentu saja memiliki hubungan erat dengan bunda Maryam, sebut saja Imran dan Hanna (orang tua Maryam), lalu Nabi Zakaria dan al-Isya (Paman dan Bibi Maryam), Yusuf, dan tentu saja nabi Isa as putra Maryam, serta beberapa tokoh lain yang membawa kisah hikmah penyejuk hati.
Buku ini menjadi sangat menarik bagi perempuan-perempuan yang hendak menjadi ibu bahkan sekarang telah menjadi ibu. Proses pendidikan dan pengasuhan yang diterima dan akhirnya dilakukan pula oleh Bunda Maryam saat membesarkan nabi Isa as harusnya bisa menjadi contoh teladan untuk segenap ibu dan calon ibu di muka bumi.
Sebuah hadis yang sering kita dengar bahwa didiklah anakmu sejak 25 tahun sebelum kelahirannya. Buku ini secara tidak langsung membenarkan hadis di atas dengan jelas menggambarkan setiap proses hingga Maryam lalu Isa as lahir di muka bumi. Betapa seorang Isa as dengan segala sifat terpuji yang dimilikinya tidak hadir begitu saja. Semuanya berasal dari proses yang panjang, dimulai saat Imran memilih Hanna atau mungkin jauh sebelum itu—jika kita melihat garis keturunan Maryam hingga ke buyutnya.
Ada beberapa catatan yang akhirnya menjadi alasan bagi saya untuk terus menyelesaikan lembar dari lembar buku ini hingga akhir. Pertama, dengan cara penyampaian cerita yang tidak monoton membuat pembaca seharusnya ikut terlarut dalam kisah demi kisah yang hadir. Pembaca akan merasakan turut hadir dan menemani langkah bunda Maryam melalui kesulitan demi kesulita yang dialaminya. Kedua, untuk membangun jalan cerita yang lebih menarik, penulis Sibel Eraslan memasukkan seorang tokoh fiktif, yaitu Merzangus sebagai pencerita dalam novel ini. Selain itu, dengan menggunakan alur flashback, novel ini makin mengharu-biru dan terus membuat kita penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Buku novel ini merupakan novel terjemahan dari Siret-I Meryem: Cennet Kadinlarinin Sultani. Berdasarkan pengalaman, kadang kala kita menemukan novel terjemahan dengan penuturan yang kaku dan terlalu sulit dipahami maksudnya. Namun, melalui novel ini, sama sekali hal tersebut tidak akan ditemukan oleh para pembaca. Hal ini tentu saja menjadi nilai tambah bagi pembaca untuk menikmati buku ini hingga halaman terakhir.
Mungkin sebagian dari kita sudah pernah menemukan kisah nabi Isa as di dalam kumpulan kisah 25 nabi dan rasul atau dari film yang biasa ditayangkan di layar kaca saat hari natal tiba. Tapi