Peralihan takhta tanah Jawa dari Raja Singasari, Kertanegara, ke tangan Jayakatwang, penguasa Kediri, memaksa Adipati Tuban Ranggalawe harus menentukan sikap. Saat Wijaya, menantu Kertanegara, melarikan diri ke Sumenep, Ranggalawe segera tahu kepada siapa ia mesti berpihak. Di bawah kendalinya, siasat pemberontakan pun disusun. Kediri berhasil dilibas seiring kedatangan pasukan Mongol yang hendak menaklukkan Jawa. Tak lama berselang, pasukan Mongol pun berhasil ditundukkan dengan siasat yang rumit. Kubilai Khan, kaisar Mongol yang memimpin langsung pasukannya, terbunuh dalam perang akbar tersebut. .
Wijaya menjadi penguasa kerajaan baru bernama Majapahit, melanjutkan trah kuasa Ken Angrok yang mengalir dalam tubuhnya. Tetapi perseteruan tak lantas berhenti. Wijaya enggan melepaskan Lumajang dan Tigang Juru kepada Wiraraja, ayah Ranggalawe, sesuai Perjanjian Sumenep sebelum pemberontakan dilakukan. Untuk mempertahankan wilayah tersebut, Wijaya bermaksud melumpuhkan Ranggalawe, orang terkuat di belakang Wiraraja.
Rencana Wijaya untuk menyerang Tuban membuat para pejabat Majapahit terpecah. Tuban bergegas membangun persekutuan dengan orang-orang Kendeng Utara untuk meredam gempuran Majapahit. Ketika perang sudah di ambang mata, seorang pertapa meramalkan bahwa Majapahit akan menjadi negara besar justru di tangan seorang keturunan Ranggalawe. Apakah makna ramalan itu?
Judul: Ranggalawe; Sang Penakluk Mongol Penulis: Makinuddin Samin (Penulis Novel Bestseller AHANGKARA: Sengketa Kekuasaan dan Agama). Tebal: 505 halaman. Ukuran: 14 x 21 cm Penerbit: Javanica ISBN: 978-602-6799-30-2 Harga asli: Rp98.000,-