Aura di usia 14 tahun mengalami menstruasi dan mulai ada ketertarikan pada lawan jenis. Lelaki pertama yang membuatnya jatuh cinta adalah Baskara. Tapi di awal akil balig itu mereka berdua mengalami tragedi di ladang tebu. Kejadiannya, Baskara yang mau memberi tebu tapi terpeleset jatuh menindihi tubuh Aura. Pada saat itulah dipergoki Hendra dan teman-teman genk-nya yang memfitnahnya berbuat zina.
Sesuai hukum adat desa setempat, Aura dan Baskara mendapat hukuman cambuk dan pengasingan di gudang belakang rumah. Sebenarnya itu akal-akalan Hendra yang sakit hati karena mencintai Aura, tapi ditolak.
Karena hukuman cambuk dan pengasingan, Aura terkena gangguan jiwa berat Skizofrenia dan mengalami halusinasi gubuk ladang tebu hingga remaja. Tapi justru karena itulah, Aura punya ide-ide cemerlang hingga bekerja di biro periklanan Jakarta, kariernya cepat melesat.
Sekian lama berpisah dengan Baskara, Aura yang suka internetan tak sengaja menemukan puisi berjudul “Pulang” karya Baskara, yang membuat Aura kemudian bertekad pulang ke kampung halaman. Aura ingin sekali bertemu dengan Baskara, kekasih masa kecilnya, tapi malah bertemu Hendra yang berniat sangat jahat menculik dan memerkosa dirinya.
Kembali ke Jakarta, Aura yang sudah dewasa tak sengaja bertemu Baskara di pengajian. Baskara tetap mencintai Aura, bahkan berniat ingin melamar Aura. Sayang sekali, Baskara terlambat menyatakan keinginannya untuk menikahi Aura.
Karena keduluan Hardi, yang tinggal serumah dengan Aura, yang ternyata sejak kecil cinta Aura dan sesudah dewasa ingin menikahinya. Aura tak bisa menolak Hardi ingin menikahinya karena Emak Siti, emaknya, lebih menyetujui Aura menikah dengan Hardi, yang sudah jelas bobot, bibit dan bebetnya.
Pernikahan dengan Hardi yang penuh keterpaksaan itu membuat Aura menderita lahir batin. Puncak penderitaannya, ketika Hardi meninggal dunia yang membuat Aura harus sendirian mengasuh Laras, buah hatinya dengan Hardi. Bagaimana kelanjutan hubungan cinta antara Baskara dan Aura?