"Berarti sia-sia apa yang kujalani selama bertahun tahun ini. Aku tidak akan pernah menemuinya."
Dua laki-laki menjadi siluet berlatar belakang langit sore yang oranye. Kashva melipat kaki dengan tatapan memancang bumi. Putus asa. Sang Pemindai Surga sedang tidak bahagia. Cukup lama sampai memejam kemudian. Ketika matanya terbuka, tampaklah tatapan yang memancarkan keteguhan, ketabahan, dan kematangan. Seolah-olah, pengalaman hidup menyiapkan dirinya untuk selalu siap menjawab setiap pertanyaan.
Kini, wajahnya tampak pasrah ketika jubahnya menyapu tanah. Menyamakan warna di antara keduanya. Ujung-ujung rambut sebahunya berkali-kali diayun angin gurun.
Bar Nasha, lelaki kedua, berdiri dengan kepala mendongak. Lelaki muda yang tengah tak biasa kesan wajahnya. Tersenyum dengan cara yang sungguh aneh. Senyum yang tidak gembira.
Kashva menoleh, sedikit mendongak, mencari wajah kawan seperjalanannya, "Beberapa tahun ini, apa saja yang sudah kulewatkan?" Senyumnya mengambang.
Saya datang kemari dalam sebuah misi yang sangat penting. Saya perlu mengetahui sebanyak-banyaknya peninggalan tertulis Pendeta Bahira, perihal Nabi yang Dijanjikan. Tolong saya.
Pesan dari Elyas semakin membuat Kashva bingung akan keberadaan sahabatnya itu. Dia mencari Elyas dari Suriah hingga ke Yerusalem, hanya untuk mendapati kedua kota itu telah takluk oleh tentara Islam. Adalah ‘Umar bin Khattab yang telah menaklukkan keduanya tanpa pertumpahan darah. Sang Khalifah bahkan melarang perusakan terhadap rumah-rumah ibadah di tanah taklukannya.
Kemuliaan ‘Umar menggetarkan hati Kashva sehingga dia memutuskan untuk mengikuti sang Khalifah sampai ke Madinah. Namun, keselamatan Kashva justru terancam di kota itu. Keberaniannya menentang Hurmuzan—seorang bangsawan Persia pengkhianat yang masuk Islam hanya demi keselamatan dirinya sendiri—membuat Kashva diburu.
Sementara itu, Elyas ternyata masih hidup meski dalam keadaan terluka. Dia berada di Aleksandria, Mesir, tempat di mana perang akan segera meletus. Elyas menjadi saksi kemurkaan Kaisar Heraklius, serta kemustahilan di mana hanya ada empat ribu tentara Islam yang melawan dua puluh ribu tentara Bizantium. Di tengah suasana yang tengah memanas, akankah Elyas menemukan jawaban perihal Muhammad, sang Nabi yang Dijanjikan tersebut?