Detail MENONTON BENGKEL TEATER RENDRA - Edi Haryono
Menonton Bengkel Teater Rendra, apa yang muncul dalam pikiran anda? Adegan-adegan teater mini kata, Oidipus Sang Raja, Macbeth, Mastodon dan Burung Kondor, Antigone, dan tak lama muncul besar-besar bayangan sang Burung Merak: Willibrodus Surendra Broto.
Adalah Bela Studio yang susah payah mengumpulkan 10.00 klipingan berupa guntingan koran, esai-esai yang tercecer, hasil wawancara, dan lain-lain hingga buku ini disusun seperti sebuah almanak, bagaimana media massa merekam langkah Bengkel Teater sampai pada pementasannya yang terakhir. Ya, buku setebal 800 –an halaman ini berisi catatan lengkap dokumentasi media massa soal pementasan-pementasan Bengkel Teater. Ini diluncurkan tepat pada 5 tahun kematian Rendra, di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, dan langsung diberi judul: Menonton Bengkel Teater Rendra.
Sebagai kumpulan dan kliping, tentu ini bukan bacaan sepintas lalu. Ini bahan renungan; bagaimana sebuah keluarga besar seniman jatuh bangun menghadapi pemerintah dan rakyatnya sendiri; sejak jaman TVRI hingga saat ini, tahun demi tahun, panggung demi panggung.
Max Lane bicara panjang lebar tentang buku ini, pada kata pengantarnya. bagaimana Rendra musti berjuang melawan kebijakan-kebijakan dengan karya-karyanya yang menyatu dengan penonton, dalam istilah Max, panggung dan penonton menyatu. Ya; jarang budayawan macam Renda, yang kalimat-kalimat dalam pementasannya sungguh bisa ditebak dalam benak penonton, namun dengan itu menjadi kekuatan perlawanan yang luar biasa.