“Aku hampir tak berani menganggapmu sebagai putriku; kecantikanmu, keelokan dan kebijaksanaan menjelma dalam sebentuk makhluk yang istimewa; suaramu hanya melantunkan kata-kata cinta.”
Mengangkat tema hubungan cinta terlarang antara ayah dan anak perempuan, novel ini langsung ditolak penerbit ketika ditawarkan. Bahkan sang ayah, yang merupakan pemilik penerbitan itu, tak mau mengembalikan manuskripnya, dan baru terbit lebih seabad kemudian. Kisahnya memang fiktif, dan serupa di novel yang ditulisnya kemudian, Frankenstein, Mary Shelley mempergunakan fantasi untuk mengorek dunia personal manusia. Novel ini berkisah tentang seorang ayah yang kehilangan istrinya ketika melahirkan, dan diteror oleh hasrat cinta kepada anaknya, yang dikira sebagai penjelmaan sang istri. Sebuah kisah transenden tentang pencarian cinta dan penebusan dosa.