Di tengah-tengah main catur, Mas Is bertanya mendadak.
“Kan ada perintah-Nya,” jawab Gus Mut sekenanya karena masih mikir akan menjalankan bidak catur.
“Bukan, bukan itu maksud saya. Dulu, babi dianggap haram karena ada cacing pitanya, kolesterolnya tinggi. Tapi, kan, dengan teknologi terkini, hal-hal berbahaya dari babi itu bisa dihilangkan. Jadi, nggak ada alasan lagi, dong, dasar babi jadi haram?”
Gus Mut memperhatikan pertanyaan Mas Is secara serius, lalu tersenyum menyadari betapa menariknya pertanyaan ini.
“Kalau kamu tahu, Is,” jawab Gus Mut, “beberapa agama samawi yang lahir dari tempat gersang kayak gitu, juga mengharamkan babi.”
***
Sebagai kiai kampung, Gus Mut dan bapaknya, Kiai Kholil, berdakwah lewat obrolan Islam sehari-hari yang layak direnungkan. Bersama Fanshuri, Mas Is, dan warga lainnya, memahami Islam jadi jauh lebih sederhana dan terasa dekat.