Terlahir dengan kaki cacat, Kawi Matin tidak pernah mengeluh. Ia menerima segala kekurangannya meski orang memandang hina. Sebagai anak petani miskin, dia hanya ingin menjadi manusia biasa. Dengan segala kekurangan itu dia mengasihi siapa saja. Tapi hidup seolah tak pernah usai mengujinya. Abang yang selalu membelanya dari keusilan anak-anak nakal tewas mengenaskan oleh serudukan lembu betina. Ayahnya tewas ditembak serdadu. Kekasihnya diperkosa tentara. Adik perempuannya diperkosa anak Kepala Kampung. Dan ibunya menanggung nasib yang lebih pahit dari itu semua.
Kawi Matin berada dalam kawanan anjing. Luka batin itu menyeretnya menjadi pemberontak, kemudian pencuri, dan akhirnya pembunuh keji.