helaan napas lelah terdengar dari cowok yang sedang menatap lantai keramik putih di bawah kakinya yang mengayun pelan. Hari Senin paginya terasa sama seperti hari hari lainnya yang mengejar tanpa jeda. Hampa, lelah, jenuh, dan menyebalkan. Seperti pagi ini, Riyan Akrael Putra atau akrab disapa Iyan sudah terlalu muak untuk mendengarkan ocehan yang akan berlanjut sepanjang hari dari abangnyaDanan. Riyan tidak bisa berbuat banyak selain mendengarkan, walaupun tak jarang ia mencoba melawan untuk membela diri.
Terkadang Riyan iri kepada abang dan adiknya yang selalu mendapatkan perhatian serta kasih sayang yang lebih dari orang tuanya. Sebagai seorang anak tengah yang memiliki dua peran sekaligus sebagai adik dan kakak, Riyan merasa terbuang karena keberadaannya yang terabaikan.
Riyan selalu berharap berada di tengah-tengah Keluarganya yang hangat, dianggap ada sekaligus disayangi sebagaimana yang Abang dan Adiknya rasakan, tetapi bukan semata-mata kehadirannya ada hanya karena dibutuhkan saja.
Di usianya yang baru menginjak remaja, seharusnya Riyan bisa menghabiskan waktu untuk menemukan hal baru di hidupnya, bukan merasakan beban dan luka yang membuatnya berhenti di titik itu dan tidak membiarkannya tumbuh menjadi remaja normal seusianya.
Riyan hanya ingin diperlakukan adil, disayangi sebagaimana mestinya, bukan dicampakkan dan dijadikan sebagai prioritas terakhir oleh orang tuanya.
Namun, bisakah Riyan bertahan ketika rasa sabarnya sudah di ambang batas?