Dua proklamator kemerdekaan Indonesia, Sukarno dan Mohammad Hatta, memiliki sebutan lain untuk resensi buku. Sukarno menyebut “tilikan” atau mengamati dan memeriksa secara sungguh-sungguh suatu buku. Praktik menilik itu memang terasa saat membaca resensi-resensi buku yang dihasilkan Sukarno. Sementara, Hatta menyebut praktik meresensi buku dengan “kupasan” atau menganalis, mengulas, dan mengurai.
Memang, dua nama itu, Sukarno dan Hatta, adalah juga peresensi/penilik/pengupas buku. Keduanya adalah dua dari puluhan nama yang disebut dalam buku ini yang menjadikan bacaan sebagai kancah berdialog dan berdialektika dengan cakrawala dunia lewat praktik meresensi. Buku ini, oleh karena itu, menjadi bagian tidak terpisahkan dalam praktik membaca dan menuliskan apresiasi atas apa yang sudah dibaca.
Di satu sisi, buku ini menjadi panduan bagaimana menulis sebuah resensi atas buku yang dibaca. Namun, di sisi lain, buku ini memperlihatkan bagaimana bersiasat dalam membaca buku dengan tidak terpisahkan dari praktik masa silam. Rekaman atas resensi-resensi dari publikasi masa silam membuat buku panduan ini menjadi berenergi dan menggugah.