Dalam lantunan surat Al-Fatihah, terjadi dialog syahdu antara seorang hamba dengan Rabbnya. Di kegelapan yang hening, terjadi perjumpaan seorang hamba yang rela memutus nikmat tidur demi ibadah dengan penguasa alam semesta. Sang Penguasa, pemilik Arsy yang sengaja turun ke langit dunia untuk memberi setiap hamba yang meminta; mengabulkan mereka yang berdoa; dan mengampuni siapa saja yang bertaubat. Sungguh, sebuah kenikmatan sepiritual yang mengesankan!
Namun, seringkali buah sepiritual itu gagal diraih, hanya karena kita terjebak pada rutinitas belaka. Shalat, misalnya, dianggap sebagai kegiatan sekedar menggugurkan kewajiban. Yang terjadi kemudian adalah kegiatan badan tanpa ruh sebuah aktivitas fisik tanpa disertai oleh partisipasi hati. Padahal, hati adalah titik sentral yang menentukan kualitas ibadah. Shalat tanpa khusyuk, sia-sia. Sedekah tanpa ikhlas pun tak berguna.
Buku ini mencoba menggugah kembali kesadaran kita, bahwa, dengan disertai, “kehadiran” hati, ibadah, sebenarnya, adalah nikmat sepiritual bukan fisik. Dengan biasa dialogis, penulis mengurai sisi keindahan ibadah, disertai tips tips tertentu untuk “menghadirkan” hati, agar ibadah lebih bermakna.