Guru sebagai garda terdepan memiliki andil besar, guru harus mulai mengubah perannya menjadi seorang fasilitator tidak hanya sebagai sumber ilmu bagi siswa-siswanya. Guru harus mendorong dirinya membuat konten-konten berbasis virtual. Hal ini menjadi salah satu langkah strategis membiasakan siswa memasuki dunia gital. Jika semua ini diabaikan, malah guru akan terdisrupsi dengan hadirnya kelas online yang menyiapkan beragam fasilitas pembelajaran yang lebih fleksibel dan lebih sesuai kebutuhan siswa.
Maka benarlah apa yang dikatakan oleh George Bernard Shaw, “tidak mungkin ada kemajuan tanpa perubahan dan barangsiapa tidak mengubah pola pikirnya ia tidakbisamengubahapapun”.Shawtelahmengingatkankitatentangpentingnya perubahan. Kuncinya adalah perubahan pola pikir. Kalau semua guru menganggap teknologi sebagai alat untuk membantu mereka dalam proses mengajar, saya yakin guru akan berbondong-bondong mengikuti pelatihan yang membahas tentang teknologi pembelajaran. Namun jika guru menganggap teknologi hanya menyulitkan mereka, sampai kapanpun guru akan tertinggal jauh. Sudah tepat, jika guru mulai berpikir merevolusi peran, tugas dan tanggungjawabnya menyesuaikan diri dengan suasana era disruptif yang saat ini tengah terjadi.
Pada intinya, keberhasilan pendidikan dan pembelajaran di era disruptif, tidak lepas dari peran orangtua, pemerintah dan stakeholder di sekolah. Tanpa adanya dukungan kuat dari mereka, maka revolusi pendidikan tidak akan terjadi. Maka sinergitas bersama akan membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik di masa depan. Buku Grow with School menjawabnya.
“Guru dalam setiap langkahnya diharapkan memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas siswanya. Dalam kelas di mana setiap anak memiliki hak untuk berkembang, menuntut guru untuk selalu bersikap adil dalam melayani anak didik. Buku ini bisa menjadi referensi terbaik untuk semua guru di Indonesia.”
―Dr.Itje Chodidjah, M.A., Praktisi & Penggiat Pendidikan