Impian pemuda Indonesia tentu saja tidak bisa dilepaskan dari memanfaatkan masa yang paling penting (masa pendidikan) untuk meraih hat-hal yang bersifat ekonomi, sosial, dan politik. Impian politik para pemuda ideologis pada awal ke-20 dibuka oleh Politik Etis yang diresmikan pada 1900. Lembaga pendidikan dibuka di berbagai wilayah di Indonesia, meski hanya sangat segelintir elite budaya yang bisa mengakses dan meraihnya.
Sejarah kepemudaan di Indonesia, secara umum, adalah sejarah pendidikan dan keperkotaan—tanpa mengecilkan peran perdesaan yang biasanya berbasis pertanian. Struktur tata urban di Indonesia, yang punya infrastruktur pendidikan dan ekonomi yang sangat besar dan dominatif, menjadi magnet yang sangat besar bagi para pemuda Indonesia untuk meraih empat kuasa kapital: economic capital, cultural capital, social capital, symbolic capital.
Yang perlu dicatat, gerak pemuda ideologis yang selalu kritis, bahkan bersifat kiri marxis seperti pemuda Soekarno, Sjahrir, Tan Malaka, Semaoen, dan seterusnya tidak diberi ruang sedikit pun untuk berartikulasi dalam rezim Soeharto. Inilah pemerintahan yang tampak memberdayakan pemuda tapi tidak menutup rapat-rapat mulut kritis pemuda. Rasanya tidak salah jika, seperti yang saya sebutkan dalam esai di Koran Tempo, pada masa Orde Baru, kita hanya menyaksikan pasca-pemuda yang tidak lagi bersifat ideologis.
Dari sanalah kita bisa membaca dan merefleksikan kisah-kisah yang tertulis dalam buku ini. Mungkin kisah itu hanya segelintir yang terkumpul, tapi sangat mungkin kisah itu adalah cuilan dari sekian banyak kisah yang hampir serupa strukturnya dari pelbagai penjuru Indonesia. Selamat membaca dan mencoba merenungi kisah-kisah pemuda Indonesia.
Judul Buku: Dimulai dari Diri Sendiri Buku Tentang Mimpi dan Harapan Pemuda Indonesia di Masa Depan Penulis: Era Chori C, Danang Febriansyah, dkk Penerbit: Diomedia, 2020 Kategori: Memoar ISBN: 9786239231231 Bahasa: Indonesia Dimensi: 13 x 19 cm | Softcover Tebal: 208 hlm | Bookpaper