Deforestasi mempunyai implikasi ekonomi, ekologis dan sosial bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Tantangan untuk mengangkat komunitas masyarakat marginal tersebut-tentu harus disikapi dengan kebijakan aksi afirmatif oleh pemerintah dan stakeholder lainnya. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk kelompok masyarakat yang tinggal di perdesaan antara lain dengan melancarkan program perhutanan sosial dalam kerangka reformasi agraria, insentif ekonomi dan pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) di setiap Dinas Kehutanan tingkat provinsi dengan program agroforestry untuk masyarakat. Namun sayangnya, program perhutanan sosial dengan lima skema antara lain hutan kemitraan, hutan desa, hutan adat, hutan kemasyaraatan dan sebagainya yang berbasis partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan masih belum berjalan maksimal dalam implementasi agroforestry, karena masih terbelit sistem birokrasi yang kompleks mengenai hubungan antara ketua KPH dengan Dinas Kehutanan Provinsi dan dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial-KLHK di pusat mengenai perencanaan program, budgeting dan pemberian insentif ekonomi.