+ Kondisi Buku : Segel ( Baru ) Original + Harga Toko 70.000
UPDATE RESI PALING CEPAT H+1 SETELAH DI PROSES
Seperti memang cocok, jika cerpen Cinta Tak Ada Mati ini dijadikan judul dalam kumpulan cerpen ini. mengisahkan tokoh bernama Mardio yang masih membujang di umur tujuh puluh empat tahun. Itu semua dilakukannya karena cinta sucinya kepada seorang perempuan yang tampaknya tak pernah dilahirkan untuk menjadi miliknya. Perlahan namun pasti, ia mulai digerogoti kesetiaan konyolnya, sehingga yang tersisa hanyalah seorang lelaki tua kesepian, dengan wajah mulai menyerupai kepala seekor anak kuda. Keadaan paling parah terjadi tak lama setelah ia memutuskan pensiun sebagai manajer dari rangkaian bioskop di kota itu, tempat ia pernah melihat ratusan kisah cinta yang membuat iri hati dari ruang proyektor. Tanpa pekerjaan dan tanpa seorang pun di rumah, ia mulai sering menghabiskan waktunya berjalan kaki di trotoar sambil menenteng payung, dengan wajah pemikirnya, hingga badai rasa jemu melanda dan ia mencari tempat untuk duduk. Ia mulai mengeluhkan begitu banyak penyakit, yang semuanya datang di hari-hari tersebut secara serentak. Setelah satu serangan batuk yang memporak-porandakan jam malamnya, ia pergi ke dokter hanya untuk mendengarkan penjelasan bahwa kau sehat, bahkan sekuat badak. Tidak hanya ke dokter, dia juga mengunjungi psikolog yang mengatakan padanya jika harus melupakan perempuan itu. Bagi Mardio, itu rasanya tak mungkin. Ia telah mencintai perempuan itu selama enam puluh tahun terkahir hidupnya. Ia tak ingin menghancurkan begitu saja kesetiaan yang telah dipertahankan begitu lama, hanya karena nasehat dari seorang psikolog, dan tak peduli dengan segala penyakit yang konon datang dari sana. Lagipula, pada umur tujuh puluh empat, hidup baru seperti apa yang bisa diharapkan, kecuali seandainya perempuan itu menjadi janda dan ia bisa mengawininya. Cerpen ini memang menceritakan bagaimana cinta matinya pada sang perempuan yang dicintai selama puluhan tahun itu. Kalo istilah nak jaman sekarang: bucin akut x)) Pembelajaran dari kisah Mardio ini adalah kita boleh saja mencintai seseorang, tapi bukan berarti terobsesi mencintai seseorang yang jelas-jelas sudah milik orang lain. Apalagi cintanya bertepuk sebelah tangan, tambah perih gaesss… x)) tapi ini bukan kisah bucin biasa, lagi-lagi endingnya sungguh tak terduga. Nggak ngerti lagi deh ama penulisnya, selalu bisa bikin kita kaget tiap baca karyanya x))