Membaca kisah hidup Buya Hamka bagai menonton aneka film sekaligus. Film petualangan penuh adegan mendebarkan, film religi yang menyentuh sanubari dan film romantis yang terasa manis di hati. Hidupnya memang kerap berayun ekstrim dari satu kutub ke kutub lain. Mulai dari penulis roman sampai jadi ulama besar penulis tafsir, dari gerilyawan melawan Belanda sampai dituduh makar dan ditangkap oleh Orde Lama. Tapi di kemudian hari dia malah diangkat jadi pahlawan nasional.
Kronika dunia Hamka yang dirangkum di buku ini bagai buket dari taman bunga yang luas. Bunga itu wangi, indah warna-warni, karena dipelihara secara kolektif oleh banyak hati. Taman bunga yang terhampar itulah hikayat Hamka yang menginspirasi, melintas banyak generasi.
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, populer dengan nama penanya Hamka (17 Februari 1908–24 Juli 1981) adalah seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia sempat berkecimpung di politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.