Buku & Alat Tulis > Buku Non-Fiksi > Politik, Hukum, & Ilmu Sosial > Burung-burung Kehilangan Sarang: Kisah Tiga Kampung dalam Konflik Agraria - Iswan Kaputra, dkk.
Detail Burung-burung Kehilangan Sarang: Kisah Tiga Kampung dalam Konflik Agraria - Iswan Kaputra, dkk.
“Dokumentasi ilmiah dalam bentuk buku berdasarkan hasil riset ini menguraikan tiga kasus konflik rakyat berhadapan dengan tiga perusahaan perkebunan yang berbeda. Buku ini berupaya mengungkap pola-pola yang dilakukan perusahaan dalam konflik agraria. Pelajaran yang dipetik dari mencermati konflik pada tiga kampung (kampung Pergulaan, kampung Banten, dan kampung Panguripan) di Sumatra Utara ini menjadi semacam peringatan dini bagi semua rakyat petani di pedesaan, yang kapan saja lahan pertanian milik mereka dapat direnggut oleh pihak lain. Modus pengambilalihan sepihak yang dikisahkan dalam buku ini juga dapat dijadikan antisipasi modus yang sama ke depan yang dilakukan terhadap rakyat.” Wahyudhi, Ketua Badan Pengurus BITRA Indonesia
“Buku ini didedikasikan kepada masyarakat Indonesia yang mengalami nasib yang sama dengan kisah tiga kampung yang sumber penghidupan mereka dirampas secara paksa. Berbagai upaya, taktik, dan strategi perjuangan klaim hak tanah dalam konflik agraria dapat dijadikan pelajaran untuk memperjuangkan kembalinya tanah milik rakyat. Begitu juga bagi masyarakat lain yang tidak menghadapi konflik tapi punya sumberdaya tanah sebagai lahan pertanian atau perkebunan rakyat. Buku ini dapat dijadikan pelajaran untuk antisipasi karena bukan hal yang tidak mungkin kelompok masyarakat lain dihampiri persoalan yang sama pada masa yang akan datang, mengingat rakusnya korporasi dibantu oleh mafia tanah.” Prof. Bungaran Antonius Simanjuntak, Guru Besar Sosiologi dan Antropologi Sosial Universitas Negeri Medan.
“Kita mendapat gambaran bagaimana ketiga kasus di buku ini sebenarnya menjadi pola umum yang biasa terjadi dalam kasus-kasus lain dalam ribuan konflik agraria dari Merauke sampai Sabang, khususnya konflik agraria di sektor perkebunan, baik yang dikelola negara maupun swasta, baik yang bermodal domestik maupun asing. Pada intinya, pemerintah dengan menggunakan kerangka politik-hukum yang menempatkan diri sebagai ‘penguasa negara’ mengganggap boleh memberikan berbagai kemudahan kepada ‘penguasa modal’ untuk menguasai dan memanfaatkan tanah, meski di sisi lain menyingkirkan warga negara untuk mengakses dan mengontrol tanah yang ada di sekeliling ruang hidup mereka. Kausalitas konflik agraria biasanya dipicu oleh karena adanya pertentangan antara dua atau lebih pihak atas pemilikan, penguasaan, pemanfaatan, atau penggunaan tanah dan kekayaan alam lain. Pertentangan kepentingan ini dapat muncul ke permukaan berupa benturan fisik dalam penguasaan tanah dan kekayaan alam, tetapi dapat juga bersifat laten atau tersembunyi berupa kemiskinan struktural akibat ketimpangan pemilikan dan penguasaan sumber-sumber agraria.” Usep Setiawan, Anggota Dewan Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)