Orang Jawa suka menggunakan pola egat yang simbolik yang menjadi pijakan untuk berpikir positif. Sepanjang hidup manusia Jawa selalu berada di arena peperangan Baratayudha (jihad) antara kekuatan nafsu positif (Pandawa Lima) melawan nafsu egative (100 pasukan Kurawa). Perang ini berlangsung di medan perang yang bernama “padang Kurusetra” (ati/batin). Peperangan yang paling berat dan merupakan sejatinya perang adalah perang di jalan kebenaran yaitu melawan hawa nafsu.
Jadi, setiap orang sesungguhnya mampu mengendalikan hawa nafsunya itu, tentu saja jika nilai-nilai spiritual telah terserap dalam batinnya. Persoalannya maukah kita menyerap nilai-nilai Ilahiah yang menjadi “jiwa murni” tiap manusia? Tidak perlu menunggu mendapatkan “petunjuk” atau hidayah untuk memulai pengembaraan pengendalian nafsu kita, asalkan kita memiliki tekad yang bulat untuk meraihnya. Karena hanya dengan cara ini saja, kebahagiaan akan datang dari segala arah tanpa disangka-sangka.