Papa, Mama, boleh gak aku ngaca?” Oh my God… benda itulah yang selama ini kami hindari. Aku bahkan melarang Evan mendekati gelas yang bisa memantulkan gambar seperti bentuk aslinya. Apa jadinya kalau ia tahu matanya bolong, bahkan ia bisa melihat tulang tengkoraknya dari rongga itu akibat bola matanya diangkat? Tak perlu ia melihat pemandangan seperti itu. Bukan… bukan ingatan seperti itu yang harus melekat di benaknya. Biarlah wajah gantengnya yang selalu ia kenal. “Papa, Mama, sini dong,” ujarnya lagi ketika ia melihat aku tak berusaha mendekat. Vini pun lebih menyibukkan diri dengan berbagai hal yang tak penting. Aku mendekatinya, menunduk, merendahkan tubuh hingga setinggi Evan. Vini melakukan hal yang sama. Evan merangkul kami…. *** Pada awalnya, rasa ibalah yang selalu memenuhi ayah Evan ketika merawat anaknya yang menderita kanker mata. Namun… situasi berubah ketika Evan justru lebih mengasihani ayahnya, “mengajari” kedua orangtuanya untuk melihat hidup dan kehidupan dengan cara Tuhan melihat kehidupan ini. Buku ini bukan tentang perjuangan seorang ayah, melainkan tentang seorang anak yang diberkati.