Buku ini cocok untuk menemani kita yang berusaha berdamai dengan segala hal yang kita anggap membuat hidup terasa resah dan terganggu. Tentang luka masa lalu, hidup yang terasa “tak adil”, dan keresahan-keresahan yang muncul menjelang usia dewasa. Penulis membagi buku ini dalam tiga bab: jatuh, tumbuh, dan utuh. Pada bab jatuh, penulis mengajak kita untuk menerima luka-luka yang pernah dan masih ada di dalam diri kita. Perasaan kecewa, sedih, menyesal, dan terluka mungkin saja masih tumbuh di dalam diri kita, tapi bukankah Tuhan selalu menyimpan makna di setiap peristiwa yang ada? Penulis juga bercerita singkat tentang pengalaman pahit yang pernah ia rasakan pada masa remaja. Ia pernah merasakan begitu benci dan marah pada orangtuanya, karena harus menerima kenyataan bahwa keduanya harus berpisah. Di usianya saat itu, dalam pikirannya, ia berharap memiliki keluarga yang harmonis. Memiliki orangtua yang utuh, dapat menjadi teman cerita tentang apa pun. Keluarga yang menjadi “rumah teduh” baginya. Seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa semua terjadi atas ketetapan Tuhan. Bagaimanapun, jika sudah terjadi, ia tak akan mampu mengubahnya. Ia yakin, bahwa Tuhan selalu menitipkan hikmah dan makna di setiap kejadian. Mungkin saat itu ia belum menemukan maknanya, tapi suatu saat pasti ia akan bisa melihatnya dengan nyata. Dan itulah yang akhirnya membuatnya bisa menerima kenyataan yang ada.